Kamis, 28 Mei 2020

Reportase : UKM Mahkota Thaitea



Reportase : UKM Mahkota Thaitea

1.      Latar belakang UKM Pembuatan thaitea
Ukm Pembuatan Thaitea merupakan home indusri yang bergerak di industry minuman yang dimiliki ibu Kristin. Ukm ini berlokasi di condet, Jakarta timur. Ukm thaitea ini dapat memproduksi 60-100 lt/ hari. Penjualan dilakukan melalui bazar-bazar dan memdistributorkannnya ke reseller2 lain.

2.      Proses pembuatan thaitea
Pembuatan thaitea ini, memiliki beberapa tahapan, dimulai dari menyiapkan dan membuat air suhu  ruangan menjadi panas, setelah itu memasukan teh thaitea kedalam air panas dan di aduk sampai merata, setelah teh dan air panas sudah diaduk dengan rata, dimasukan gula sesuai takaran yang telah di tentukan, lalu ditambah susu sesuai takaran yang dibuat juga, sampai di tahap itu thaiteaa yang sudah jadi di diamkan sampai menjadi hangat dan dimasukan ke dalam plastik 1 liter dan dimasukan ke dalam kulkas.

3.      Produk-produk dari mahkota thaii tea
Mahkota Thaitea memiliki beberapa produk lainnya selain thai tea yaitu green tea, taro, coklat, dan banana. Cara pembuatannya prosesnya hamper sama dengan thai tea hanya ada bahan tambahan yang ditambahkan lagi.

4.      Harga – harga produk
Ada beberapa macam produk dengan harga varian harga juga, berikut ini adalah harganya :
1.      Per gelas kecil 5000
Per gelas sedang 10000
2.      Per liter 18.000 – 22.000


Pengalaman Selama WFH


Silakan buat tulisan tentang suka dan duka Anda atau keluarga selama menjalankan WFH atau pembelajaran jarak jauh. Semoga tulisan anda menginspirasi dan memberikan energi positif bagi kita semua dalam menghadapi situasi saat ini.
Awal yang dengan senang hati dilakukan, karna beranggapan istirahat biasa dan dapat melakukan aktifitas di rumah yang di inginkan. 1 minnggu berlalu rasa bosan, jenuh dan resah mulai terasa, banyak faktor yang menyebabkan, faktor bosan, faktor kurangnya interaksi dengan dunia luar, faktor bingung melakukan apa lagi, dan faktor tidak terbiasa dengan keadaan seperti ini.
Dalam masa perkuliah, ini adalah hal yang paling berat, karna metode pembelajaran di universitas saya menimba ilmu sedikit berbeda dengan universistas yang lain, yang saya pikir2 ini adalah benar2 belajar online, dengan menerapkan pertemuan tatap muka via daring. Sedangkan di univ saya, lebih banyak hanya memberi materi lalu tugas, yang membuat hilangnya rasa chemistry antara mahasiswa dan dosen hilang.
Namun lambat laun mulai terbiasa dan beradaptasi dengan semua ini.


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah



Undang-undang (UU) No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, Berikut ini adalah lampirannya https://drive.google.com/file/d/1wf67Biv7wuw75wH_BLJh27VF2zg4fZDL/view
Berdasarkan lampiran yang ada, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentangg uusaha Mikro, Kecil dan Menengah membahas tentang peraturan mengenai Usaha Mikro. Berikut ini adalah beberapa point tersebut:
  • Bab 1
Ketentuan Umum Pasal 1 mengatur tentang pengertian Usaha Mikro, Kecil dan Menengah serta peran pemerintah pusat maupun daerah dalam melakukan pemberdayaan, pengembangan dan penjaminan terhadap kelangsungan usaha khususnya terhadap Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
  • Bab II
Asas Dan Tujuan Pasal 2 mengatur tentang asas-asas Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yaitu kekeluargaan, demokrasi ekonomi, kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, keseimbangan kemajuan, dan kesatuan ekonomi nasional.
  • Bab II
Asas Dan Tujuan Pasal 3 mengatur tentang tujuan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yaitu menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan.
  • Bab IV
Kriteria Pasal 6 mengatur tentang kriteria dari Usaha Mikro, Kecil dan Menengah berdasarkan jumlah kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan.
  • Bab V
Penumbuhan Iklim Usaha Pasal 12 mengatur tentang aspek perizinan bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
  • Bab X
Sanksi Administratif dan Ketentuan Pidana Pasal 39 dan 40 mengatur tentang pelanggaran dan sanksi bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.


Etika Bisnis



1.     Kode etik dalam berbisnis

John Naisbitt dalam bukunya, Global Paradox (1995), telah meramalkan bahwa pada abad ke-21 akan ada aturan-aturan baru yang menyangkut perilaku (etis) universal dalam praktik bisnis. Ia bahkan dengan yakin mengatakan bahwa kinerja ekonomi (berupa keuntungan) dan kinerja etis bukanlah dua kutub yang bertentangan dari suatu kontinum, melaikan kinerja etis justru akan menjadi factor strategis dalam menentukan kinerja ekonomis. Prinsip dalam hal ini dapat diartikan sebagai asas atau dasar untuk berpikir dan bertindak. Di bawah ini dikutip beberapa contoh prinsip-prinsip etika dari beberapa sumber.
1)      Prinsip-prinsip etika bisnis menurut Caux Round Table (dalam Alois A. Nugroho, 2011) adalah. 
a.    Tanggung Jawab Bisnis: dari Shareholders ke Stakeholders.
b.  Dampak Ekonomis dan Sosial dari Bisnis: Menuju Inovasi, Keadilan dan Komunitas Dunia.
c.       Perilaku Bisnis: dari Hukum yang Tersurat ke Semangat Saling Percaya.
d.      Sikap Menghormati Aturan.
e.       Dukungan bagi Perdagangan Multilateral.
f.       Sikap Hormat bagi Lingkungan Alam.
g.      Menghindari Operasi-operasi yang Tidak Etis.
Prinsip pertama menyiratkan bahwa perlu ada perubahan paradigma tentang tujuan perusahaan dan fungsi eksekutif perusahaan dilihat dari teori keagenan (agency theory). Tujuan perusahaan menurut prinsip ini adalah menghasilkan barang dan jasa untuk menciptakan kemakmuran bagi masyarakat secara luas (stakeholder), bukan hanya terbatas untuk kepentingan shareholders para pemegang saham (pemilik perusahaan).
Prinsip kedua menyiratkan bahwa kegiatan bisnis tidak semata mencari keuntungan ekonomis, tetapi juga mempunyai dimensi sosial dan perlunya menegakkan keadilan dalam setiap praktik bisnis mereka.
Prinsip ketiga menekankan pentingnya membangun sikap kebersamaan dan sikap saling percaya.
Prinsip keempat menyiratkan perlunya dikembangkan perangkat hukum dan aturan yang berlaku secara multilateral dan diharapkan semua pihak dapat tunduk dan menghormati hukum/aturan multilateral tersebut.
Prinsip kelima merupakan prinsip yang memperkuat prinsip kedua agar semua pihak mendukung perdagangan global dalam mewujudkan satu kesatuan ekonomi dunia.
Prinsip keenam meminta kesadaran semua pelaku bisnis akan pentingnya bersama-sama menjaga lingkungan bumi dan alam dari berbagai tindakan yang dapat memboroskan sumber daya alam atau mencemarkan dan merusak lingkungan hidup.
Prinsip ketujuh mewajibkan semua pelaku bisnis untuk mencegah tindakan-tindakan tidak etis, seperti: penyuapan, pencucian uang, korupsi, dan praktik-praktik tidak etis lainnya.
2)      Prinsip etika bisnis menurut Sonny Keraf (1998).
Setidaknya ada lima prinsip etika bisnis yang dapat dijadikan titik tolak pedoman perilaku dalam menjalankan praktik bisnis, yaitu:
a.       Prinsip Otonomi
b.      Prinsip Kejujuran
c.       Prinsip Keadilan
d.      Prinsip Saling Menguntungkan
e.       Prinsip Integritas Moral
Prinsip otonomi menunjukkan sikap kemandirian, kebebasan, dan tanggung jawab. Orang yang mandiri berarti orang yang dapat mengambil suatu keputusan dan melaksanakan tindakan berdasarkan kemampuan sendiri sesuai dengan apa yang diyakininya, bebas dari tekanan, hasutan, atau ketergantungan kepada pihak lain. Kebebasan tanpa rasa tanggung jawab akan memunculkan manusia pengecut dan munafik, sedangkan kebebasan disertai tanggung jawab akan menumbuhkan ’’sikap kesatria’’, yaitu sikap berani bertindak dan mengatakan hal yang benar sekaligus berani dan berjiwa besar mengakui suatu kesalahan, serta berani menanggung konsekuensinya.
Prinsip kejujuran menanamkan sikap bahwa apa yang dipikirkan adalah yang dikatakan, dan apa yang dikatakan adalah yang dikerjakan.
Prinsip keadilan menanamkan sikap untuk memperlakukan semua pihak secara adil (fair), yaitu suatu sikap yang tidak membeda-bedakan dari berbagai aspek, baik dari aspek ekonomi (menyangkut distribusi pendapatan), aspek hukum (dalam hal perlakuan yang sama di mata hukum), maupun aspek lainnya seperti: agama, ras, suku, dan jenis kelamin untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam hal perekrutan karyawan, promosi jabatan, pemilihan mitra usaha, dan sebagainya.
Prinsip saling menguntungkan menanamkan kesadaran bahwa dalam berbisnis perlu ditanamkan prinsip win-win solution, artinya dalam setiap keputusan dan tindakan bisnis harus diusahakan agar semua pihak merasa diuntungkan.
Prinsip integritas moral adalah prinsip untuk tidak merugikan orang lain dalam segala keputusan dan tindakan bisnis yang diambil. Prinsip ini dilandasi oleh kesadaran bahwa setiap orang harus dihormati harkat dan martabatnya.
3)      Prinsip etika bisnis menurut Lawrence, Weber, dan Post (2005).
Prinsip etis merupakan tuntunan bagi perilakuu moral. Contoh prinsip etika antara lain: kejujuran (honesty), pegang janji (keeping promises), membantu orang lain (helping others), dan menghormati hak-hak orang lain (the rights of others). Lawrence, Weber, dan Post sendiri tidak memberikan penjelasan lebih lanjut tentang prinsip-prinsip etika bisnis ini karena prinsip-prinsip tersebut mungkin sudah dianggap jelas dengan sendirinya.

4)  Weiss (2006) mengemukakan empat prinsip etika, yaitu: martabat/hak (rights), kewajiban (duty), kewajaran (fairness), dan keadilan (justice). Weiss juga tidak memberikan uraian lebih lanjut tentang prinsip-prinsip etika bisnis yang diungkapkannya.
Dengan mengutip dan membandingkan prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh beberapa sumber di atas, tampak bahwa sampai saat ini belum terdapat kesamaan dalam perumusan dan pemaknaan mengenai apa yang dapat dianggap sebagai prinsip-prinsip etika bisnis.

2.     Sifat-sifat etika
 Suatu bisnis dapat dikatakan memenuhi criteria bisnis yang beretika apabila mengandung sifat ini.
1.                    Manfaat à dari segi manfaat bisnis ini harus bisa memberikan manfaat kepada semua pihak bukan hanya perusahaan.
2.                    Relativism à Pandangan masyarakat atau publik atas bisnis ini harus baik. Sehinggan bisnis disetujui oleh masyarakat.
3.                    Legalism à Menurut kepada peraturan atau hukum yang ditentukan pemerintah dan umum, yang menyangkut mengenai nilai etis. Misalnya, standar jam kerja karyawan, upah buruh, dsb.
Berdasarkan sifat-sifat tersebut maka sebuah bisnis yang etis harus memenuhi prinsip dibawah ini.
1.                    Prinsip otonomi
Etika mengacu kepada tindakan yang susila dan bermoral namun etika berbeda dengan moral. Karena etika berasal dari diri kita, sedangkan moral merupakan adat yang diturunkan kepada kita. Nah, Otonomi ini prinsip yang mengatur pengambilan keputusan yang etis dari kesadaran diri sendiri.
2.                    Prinsip Kejujuran
Kejujuran akan berkaitan dengan pemenuhan dan kesesuaian janji/kontrak dengan kenyataan, mutu dan harga yang sebanding, serta manajemen internal atau hubungan kerja internal dalam perusahaan.
3.                    Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai dengan kriteria yang rasional objektif dan dapat dipertanggung jawabkan.
4.                    Prinsip saling menguntungkan
Menuntut agar bisnis menguntungkan semua pihak.
5.                    Integritas moral
Prinsip ini dihayati sebagai tuntutan internal dalam pelaku bisnis.
6.                    Tanggung jawab
Tanggung jawab mensyaratkan bahwa orang yang melakukan  tindakan tertentu memang mau dan bersedia melakukan tindakan itu.

3.     Kode etik dalam pertemuan dengan klien, supplier dan karyawan

Kode etik atau istilah lainnya etika bisnis adalah pedomandan kode etik dalam perusahaan yang digunakan sebagai atur ketentuan yang sudah di sepakati.

Jiwa Kepemimpinan, Memiliki Dedikasi, Ketekunan, Daya Nalar Dan Berpikir Terbuka



Kepemimpinan 
Kepemimpi merupakan sebuah bidang riset dan juga suatu keterampilan praktis yang mencakup kemampuan seseorang atau sebuah organisasi untuk "memimpin" atau membimbing orang lain, tim, atau seluruh organisasi. Literatur para spesialis saling beradu pandangan, membandingkan antara pendekatan Timur dan Barat dalam kepemimpinan, dan juga (di Barat sendiri) antara pendekatan Amerika Serikat dengan Eropa. Civitas akademika di A.S. mengartikan kepemimpinan sebagai sebuah proses pengaruh sosial yang di dalamnya seseorang dapat melibatkan bantuan dan dukungan selainnya dalam usaha mencapai suatu tugas bersama.
Peranan kepemimpinan
Tiap organisasi yang memerlukan kerjasama antar manusia dan menyadari bahwa masalah manusia yang utama adalah masalah kepemimpinan. Kita melihat perkembangan dari kepemimpinan pra ilmiah kepada kepemimpinan yang ilmiah. Dalam tingkatan ilmiah kepemimpinan itu disandarkan kepada pengalaman intuisi, dan kecakapan praktis. Kepemimpinan itu dipandang sebagai pembawaan seseorang sebagai anugerah Tuhan. Karena itu dicarilah orang yang mempunyai sifat-sifat istimewa yang dipandang sebagai syarat suksesnya seorang pemimpin. Dalam tingkatan ilmiyah kepemimpinan dipandang sebagai suatu fungsi, bukan sebagai kedudukan atau pembawaan pribadi seseorang. Maka diadakanlah suatu analisis tentan gunsur-unsur dan fungsi yang dapat menjelaskan kepada kita, syarat-syarat apa yang diperlukan agar pemimpin dapat bekerja secara efektif dalam situasi yang berbeda-beda. Pandangan baru ini membawa pembahasan besar. Cara bekerja dan sikap seorang pemimpin yang dipelajari. Konsepsi baru tentang kepemimpinan melahirkan peranan baru yang harus dimainkan oleh seorang pemimpin. Titik berat beralihkan dari pemimpin sebagai orang yang membuat rencana, berpikir dan mengambil tanggung jawab untuk kelompok serta memberikan arah kepada orang-orang lain. Kepada anggapan, bahwa pemimpin itu pada tingkatan pertama adalah pelatih dan koordinator bagi kelompoknya. Fungsi yang utama adalah membantu kelompok untuk belajar memutuskan dan bekerja secara lebih efisien dalam peranannya sebagai pelatih seorang pemimpin dapat memberikan bantuan-bantuan yang khas. Yaitu:
·        Pemimpin membantu akan terciptanya suatu iklim sosial yang baik.
·        Pemimpin membantu kelompok dalam menetapkan prosedur-prosedur kerja.
·        Pemimpim membantu kelompok untuk mengorganisasi diri.
·        Pemimpin bertanggung jawab dalam mengambil keputusan sama dengan kelompok.
·        Pemimpin memberi kesempatan kepada kelompok untuk belajar dari pengalaman.

Kepemimpinan yang efektif
Barangkali pandangan pesimistis tentang keahlian-keahlian kepemimpinan ini telah menyebabkan munculnya ratusan buku yang membahas kepemimpinan. Terdapat nasihat tentang siapa yang harus ditiru (Attila the Hun), apa yang harus diraih (kedamaian jiwa), apa yang harus dipelajari (kegagalan), apa yang harus diperjuangkan (karisma), perlu tidaknya pendelegasian (kadang-kadang), perlu tidaknya berkolaborasi (mungkin), pemimpin-pemimpin rahasia Amerika (wanita), kualitas-kualitas pribadi dari kepemimpinan (integritas), bagaimana meraih kredibilitas (bisa dipercaya), bagaimana menjadi pemimipin yang otentik (temukan pemimpin dalam diri anda), dan sembilan hukum alam kepemimpinan (jangan tanya). Terdapat lebih dari 3000 buku yang judulnya mengandung kata pemimpin (leader). Bagaimana menjadi pemimpin yang efektif tidak perlu diulas oleh sebuah buku. Guru manajeman terkenal, Peter Drucker, menjawabnya hanya dengan beberapa kalimat: "fondasi dari kepemimpinan yang efektif adalah berpikir berdasar misi organisasi, mendefinisikannya dan menegakkannya, secara jelas dan nyata. Salah satu guru kepemimpinan adalah John Maxwell dengan bukunya "21 Laws Of Leadership."
Kepemimpinan karismatik
Max Weber, seorang sosiolog, adalah ilmuan pertama yang membahas kepemimpinan karismatik. Lebih dari seabad yang lalu, ia mendefinisikan karisma (yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti "anugerah") sebagai "suatu sifat tertentu dari seseorang, yang membedakan mereka dari orang kebanyakan dan biasanya dipandang sebagai kemampuan atau kualitas supernatural, manusia super, atau paling tidak daya-daya istimewa. Kemampuan-kemampuan ini tidak dimiliki oleh orang biasa, tetapi dianggap sebagai kekuatan yang bersumber dari yang Ilahi, dan berdasarkan hal ini seseorang kemudian dianggap sebagai seorang pemimpin.
Kepemimpinan TransFormasional
Kepemimpinan merupakan proses dimana seorang individu mempengaruhi sekelompok individu untuk mencapai suatu tujuan. Untuk menjadi seorang pemimpin yang efektif, seorang kepala sekolah harus dapat mempengaruhi seluruh warga sekolah yang dipimpinnya melalui cara-cara yang positif untuk mencapai tujuan pendidikan di sekolah. Secara sederhana kepemimpinan transformasional dapat diartikan sebagai proses untuk mengubah dan mentransformasikan individu agar mau berubah dan meningkatkan dirinya, yang didalamnya melibatkan motif dan pemenuhan kebutuhan serta penghargaan terhadap para bawahan.
Terdapat empat faktor untuk menuju kepemimpinan tranformasional, yang dikenal sebutan 4 I, yaitu: idealized influence, inspirational motivation, intellectual stimulation, dan individual consideration.
Idealized influence: kepala sekolah merupakan sosok ideal yang dapat dijadikan sebagai panutan bagi guru dan karyawannya, dipercaya, dihormati dan mampu mengambil keputusan yang terbaik untuk kepentingan sekolah.
Inspirational motivation: kepala sekolah dapat memotivasi seluruh guru dan karyawannnya untuk memiliki komitmen terhadap visi organisasi dan mendukung semangat team dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan di sekolah.
Intellectual Stimulation: kepala sekolah dapat menumbuhkan kreativitas dan inovasi di kalangan guru dan stafnya dengan mengembangkan pemikiran kritis dan pemecahan masalah untuk menjadikan sekolah ke arah yang lebih baik.
Individual consideration: kepala sekolah dapat bertindak sebagai pelatih dan penasihat bagi guru dan stafnya.
Berdasarkan hasil kajian literatur yang dilakukan, Northouse (2001) menyimpulkan bahwa seseorang yang dapat menampilkan kepemimpinan transformasional ternyata dapat lebih menunjukkan sebagai seorang pemimpin yang efektif dengan hasil kerja yang lebih baik. Oleh karena itu, merupakan hal yang amat menguntungkan jika para kepala sekolah dapat menerapkan kepemimpinan transformasional di sekolahnya.
Karena kepemimpinan transformasional merupakan sebuah rentang yang luas tentang aspek-aspek kepemimpinan, maka untuk bisa menjadi seorang pemimpin transformasional yang efektif membutuhkan suatu proses dan memerlukan usaha sadar dan sunggug-sungguh dari yang bersangkutan. Northouse (2001) memberikan beberapa tips untuk menerapkan kepemimpinan transformasional, yakni sebagai berikut:
Berdayakan seluruh bawahan untuk melakukan hal yang terbaik untuk organisasi
Berusaha menjadi pemimpin yang bisa diteladani yang didasari nilai yang tinggi
Dengarkan semua pemikiran bawahan untuk mengembangkan semangat kerja sama
Ciptakan visi yang dapat diyakini oleh semua orang dalam organisasi
Bertindak sebagai agen perubahan dalam organisasi dengan memberikan contoh bagaimana menggagas dan melaksanakan suatu perubahan
Menolong organisasi dengan cara menolong orang lain untuk berkontribusi terhadap organisasi
Model kepemimpinan transformasional merupakan model yang relatif baru dalam studi-studi kepemimpinan. Burns (1978) merupakan salah satu penggagas yang secara eksplisit mendefinisikan kepemimpinan transformasional. Menurutnya, untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang model kepemimpinan transformasional, model ini perlu dipertentangkan dengan model kepemimpinan transaksional. Kepemimpinan transaksional didasarkan pada otoritas birokrasi dan legitimasi di dalam organisasi. Pemimpin transaksional pada hakekatnya menekankan bahwa seorang pemimpin perlu menentukan apa yang perlu dilakukan para bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi. Disamping itu, pemimpin transaksional cenderung memfokuskan diri pada penyelesaian tugas-tugas organisasi. Untuk memotivasi agar bawahan melakukan tanggungjawab mereka, para pemimpin transaksional sangat mengandalkan pada sistem pemberian penghargaan dan hukuman kepada bawahannya. Sebaliknya, Burns menyatakan bahwa model kepemimpinan transformasional pada hakekatnya menekankan seorang pemimpin perlu memotivasi para bawahannya untuk melakukan tanggungjawab mereka lebih dari yang mereka harapkan.
Pemimpin transformasional harus mampu mendefinisikan, mengkomunikasikan dan mengartikulasikan visi organisasi, dan bawahan harus menerima dan mengakui kredibilitas pemimpinnya.Hater dan Bass (1988) menyatakan bahwa “the dynamic of transformational leadership involve strong personal identification with the leader, joining in a shared vision of the future, or goingbeyond the self-interest exchange of rewards for compliance”. Dengan demikian, pemimpin transformasional merupakan pemimpin yang karismatik dan mempunyai peran sentral dan strategis dalam membawa organisasi mencapai tujuannya. Pemimpin transformasional juga harusmempunyai kemampuan untuk menyamakan visi masa depan dengan bawahannya, serta mempertinggi kebutuhan bawahan pada tingkat yang lebih tinggi daripada apa yang mereka butuhkan. Menurut Yammarino dan Bass (1990), pemimpin transformasional harus mampu membujuk para bawahannya melakukan tugas-tugas mereka melebihi kepentingan mereka sendiri demi kepentingan organisasi yang lebih besar. Yammarino dan Bass (1990) juga menyatakan bahwa pemimpin transformasional mengartikulasikan visi masa depan organisasi yang realistik, menstimulasi bawahan dengan cara yang intelektual, dan menaruh parhatian pada perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh bawahannya. Dengan demikian, seperti yang diungkapkan oleh Tichy and Devanna (1990), keberadaan para pemimpin transformasional mempunyai efek transformasi baik pada tingkat organisasi maupun pada tingkat individu. Dalam buku mereka yang berjudul “Improving Organizational Effectiveness through Transformational Leadership”, Bass dan Avolio (1994) mengemukakan bahwa kepemimpinan transformasional mempunyai empat dimensi yang disebutnya sebagai “the Four I’s”.
Dimensi yang pertama disebutnya sebagai idealized influence (pengaruh ideal). Dimensi yang pertama ini digambarkan sebagai perilaku pemimpin yang membuat para pengikutnya mengagumi, menghormati dan sekaligus mempercayainya. Dimensi yang kedua disebut sebagai inspirational motivation (motivasi inspirasi). Dalam dimensi ini, pemimpin transformasional digambarkan sebagai pemimpin yang mampu mengartikulasikan pengharapan yang jelas terhadap prestasi bawahan, mendemonstrasikan komitmennya terhadap seluruh tujuan organisasi, dan mampu menggugah spirit tim dalam organisasi melalui penumbuhan entusiasme dan optimisme. Dimensi yang ketiga disebut sebagai intellectual stimulation (stimulasi intelektual). Pemimpin transformasional harus mampu menumbuhkan ide-ide baru, memberikan solusi yang kreatif terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi bawahan, dan memberikan motivasi kepada bawahan untuk mencari pendekatan-pendekatan yang baru dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi. Dimensi yang terakhir disebut sebagai individualized consideration (konsiderasi individu). Dalam dimensi ini, pemimpin transformasional digambarkan sebagai seorang pemimpin yang mau mendengarkan dengan penuh perhatian masukan-masukan bawahan dan secara khusus mau memperhatikan kebutuhan-kebutuhan bawahan akan pengembangan karier. Walaupun penelitian mengenai model transformasional ini termasuk relatif baru, beberapa hasil penelitian mendukung validitas keempat dimensi yang dipaparkan oleh Bass dan Avilio di atas. Banyak peneliti dan praktisi manajemen yang sepakat bahwa model kepemimpinan transformasional merupakan konsep kepemimpinan yang terbaik dalam menguraikan karakteristik pemimpin (Sarros dan Butchatsky 1996).
Konsep kepemimpinan transformasional ini mengintegrasikan ide-ide yang dikembangkan dalam pendekatan-pendekatan watak (trait), gaya (style) dan kontingensi, dan juga konsep kepemimpinan transformasional menggabungkan dan menyempurnakan konsep-konsep terdahulu yang dikembangkan oleh ahli-ahli sosiologi (seperti misalnya Weber 1947) dan ahli-ahli politik (seperti misalnya Burns 1978). Beberapa ahli manajemen menjelaskan konsep-konsep kepimimpinan yang mirip dengan kepemimpinan transformasional sebagai kepemimpinan yang karismatik, inspirasional dan yang mempunyai visi (visionary). Meskipun terminologi yang digunakan berbeda, namun fenomenafenomana kepemimpinan yang digambarkan dalam konsep-konsep tersebut lebih banyak persamaannya daripada perbedaannya. Bryman (1992) menyebut kepemimpinan transformasional sebagai kepemimpinan baru (the new leadership), sedangkan Sarros dan Butchatsky (1996) menyebutnya sebagai pemimpin penerobos (breakthrough leadership). Disebut sebagai penerobos karena pemimpim semacam ini mempunyai kemampuan untuk membawa perubahan-perubahan yang sangat besar terhadap individu-individu maupun organisasi dengan jalan: memperbaiki kembali (reinvent) karakter diri individu-individu dalam organisasi ataupun perbaikan organisasi, memulai proses penciptaan inovasi, meninjau kembali struktur, proses dan nilai-nilai organisasi agar lebih baik dan lebih relevan, dengan cara-cara yang menarik dan menantang bagi semua pihak yang terlibat, dan mencoba untuk merealisasikan tujuan-tujuan organisasi yang selama ini dianggap tidak mungkin dilaksanakan. Pemimpin penerobos memahami pentingnya perubahan-perubahan yang mendasar dan besar dalam kehidupan dan pekerjaan mereka dalam mencapai hasil-hasil yang diinginkannya. Pemimpin penerobos mempunyai pemikiran yang metanoiac, dan dengan bekal pemikiran ini sang pemimpin mampu menciptakan pergesaran paradigma untuk mengembangkan praktikpraktikorganisasi yang sekarang dengan yang lebih baru dan lebih relevan. Metanoia berasaldari kata Yunani meta yang berarti perubahan, dan nous/noos yang berarti pikiran. Dengan perkembangan globalisasi ekonomi yang makin nyata, kondisi di berbagai pasar dunia makin ditandai dengan kompetisi yang sangat tinggi (hyper-competition). Tiap keunggulan daya saing perusahaan yang terlibat dalam permainan global (global game) menjadi bersifat sementara (transitory). Oleh karena itu, perusahaan sebagai pemain dalam permainan global harus terus menerus mentransformasi seluruh aspek manajemen internal perusahaan agar selalu relevan dengan kondisi persaingan baru. Pemimpin transformasional dianggap sebagai model pemimpin yang tepat dan yang mampu untuk terus-menerus meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan inovasi usaha guna meningkatkan daya saing dalam dunia yang lebih bersaing.